Nama SoftBank mungkin sering terdengar ketika berbicara tentang investasi besar, startup, atau dunia teknologi. Tapi di balik nama besar itu, ada satu sosok yang penuh ambisi dan visi luar biasa: Masayoshi Son. Ia bukan hanya seorang pengusaha, tapi juga seorang pemimpi yang berani mengambil risiko di saat orang lain memilih bermain aman.
Masayoshi Son lahir di Jepang pada tahun 1957 dari keluarga keturunan Korea. Masa kecilnya tidak mudah. Ia tumbuh dalam lingkungan yang penuh keterbatasan, sering menghadapi diskriminasi karena asal-usulnya. Namun, hal itu justru membentuk karakternya menjadi seseorang yang pantang menyerah. Sejak muda, Son sudah punya pandangan berbeda tentang dunia. Ia percaya bahwa masa depan manusia akan ditentukan oleh teknologi, dan ia ingin menjadi bagian dari perubahan besar itu.
Ketika remaja, ia pergi ke Amerika Serikat untuk belajar. Di sana, ia menemukan dunia yang lebih luas — penuh ide, peluang, dan kebebasan berpikir. Ia kuliah di University of California, Berkeley, dan mulai mempelajari komputer serta bisnis. Di masa itu, teknologi komputer baru saja berkembang, dan Son melihat potensi luar biasa di dalamnya. Ia bahkan menciptakan sebuah alat penerjemah suara sederhana yang kemudian dijual kepada perusahaan besar, memberi dia keuntungan yang cukup besar untuk ukuran mahasiswa.
Setelah lulus, ia kembali ke Jepang dan mendirikan SoftBank pada tahun 1981. Awalnya, SoftBank bukan perusahaan teknologi raksasa seperti sekarang. Bisnis itu hanya menjual perangkat lunak komputer. Namun dari sinilah semua dimulai. Nama “SoftBank” sendiri diambil dari kata “software” dan “bank” — mencerminkan impiannya untuk menjadi penghubung antara dunia teknologi dan dunia bisnis.
Masayoshi Son
Masayoshi Son bukan tipe pengusaha yang puas dengan hasil kecil. Ia selalu berpikir jauh ke depan. Di tahun 1990-an, saat banyak orang masih belum paham sepenuhnya apa itu internet, Son sudah yakin bahwa internet akan mengubah segalanya. Keyakinan itu membuatnya berani berinvestasi besar-besaran di perusahaan internet muda — salah satunya adalah Alibaba, sebuah startup kecil dari Tiongkok yang saat itu belum dikenal siapa pun. Ia menanamkan investasi sekitar 20 juta dolar, dan beberapa tahun kemudian, nilainya melesat menjadi lebih dari 100 miliar dolar. Keputusan itu menjadi salah satu langkah paling legendaris dalam sejarah investasi modern.
Namun, perjalanan Son tidak selalu mulus. Ia pernah kehilangan hampir seluruh kekayaannya ketika gelembung dot-com pecah di awal tahun 2000-an. Banyak investasinya gagal, dan SoftBank sempat berada di ambang kehancuran. Tapi seperti biasa, Son tidak menyerah. Ia bangkit dengan ide baru: membangun kerajaan investasi yang berfokus pada masa depan teknologi. Dari sinilah lahir Vision Fund, dana investasi raksasa senilai lebih dari 100 miliar dolar yang didukung oleh investor besar seperti Arab Saudi.
Vision Fund menjadi kekuatan besar di dunia startup global. SoftBank menanamkan uang di berbagai perusahaan seperti Uber, Grab, WeWork, DoorDash, dan banyak lagi. Tujuan Son sederhana tapi ambisius — ia ingin menciptakan ekosistem masa depan di mana teknologi, kecerdasan buatan, dan konektivitas menjadi satu kesatuan yang membentuk peradaban baru.
Tentu tidak semua berjalan sesuai rencana. Beberapa investasinya, seperti WeWork, berakhir dengan kerugian besar. Banyak orang mengkritik gaya investasinya yang terlalu berani dan penuh risiko. Tapi Son tetap teguh. Ia sering berkata bahwa untuk menciptakan masa depan, seseorang harus berani bermimpi besar, bahkan jika itu berarti jatuh berkali-kali.
Kini SoftBank bukan sekadar perusahaan Jepang. Ia telah menjadi simbol dari keberanian dan visi yang melampaui batas negara. Dari menjual software kecil hingga menjadi pemain global yang menggerakkan industri teknologi dunia, perjalanan SoftBank adalah bukti bahwa ide besar bisa lahir dari tempat yang sederhana.
Masayoshi Son sendiri masih terus bekerja hingga hari ini, meski usianya tidak muda lagi. Ia masih bicara tentang kecerdasan buatan, robotika, dan masa depan manusia yang hidup berdampingan dengan mesin. Dalam setiap pidatonya, ia sering mengingatkan satu hal: bahwa kekuatan sejati bukanlah uang atau teknologi, melainkan keyakinan untuk terus bermimpi.
Kisah SoftBank dan Masayoshi Son mengajarkan bahwa masa depan tidak dibangun oleh orang yang paling pintar atau paling kaya, tapi oleh mereka yang paling percaya pada visinya. Dari seorang anak keturunan Korea yang sering diremehkan, lahirlah seorang pemimpin yang mengubah arah industri dunia. Dan mungkin, itu adalah pelajaran terbesar dari SoftBank — bahwa mimpi besar selalu dimulai dari keberanian untuk melangkah, bahkan ketika dunia belum siap mempercayainya.
Blog Archive:
November : 2025
Eat the Frog : cara ampuh hadapi penundaan
The Scream
Tentang Rasa Bosan
Trend Teknologi & pekerjaan 2025
Oktober : 2025
Tentang Softbank
10 skill yang paling dicari di Indonesia
Putus Asa, dan cara atasi
Uncertainty : tentang ketidakpastian
Internet ketika magang ke Jepang
Alasan perlu belajar instagram Marketing
Otak canggih tapi jiwa reptil
SoftBank Indonesia, inovasi teknologi Jepang, lapangan pekerjaan digital, SoftBank Vision Fund, investasi teknologi, masa depan pekerjaan, AI dan manusia, eSIM global, teknologi 5G, startup Asia Tenggara, CEO SoftBank, Masayoshi Son, peluang kerja masa depan.